Dari sisi bisnis, kita dapat melihat potensi kerugian yang mereka alami. Tokopedia memiliki 16.5 juta transaksi pembelian per bulan. Jika rata-rata transaksi pembelian tersebut sebesar Rp. 100.000 saja maka terdapat transaksi Rp. 1.650.000.000.000 atau Rp. 1.65 triliun per bulan. Selain situs marketplace tokopedia, bukalapak tumbang selama 6 jam juga terpukul kerugian sebagai dampak dari downtime tersebut.

Mengukur Dampak Downtime Pada Bisnis Situs MarketPlace Tokopedia

Dengan jumlah transaksi tersebut, kita dapat mengukur dampak downtime seperti yang di alami JD, Tokopedia dan BukaLapak. Karena ukuran downtime biasanya per jam, transaksi Rp. 1.65 triliun per bulan tersebut dapat kita pecah ke hari, dan lanjut pecah per jam. Waktu efektif transaksi dapat kita asumsikan 10 jam walaupun beroperasi selama 24 jam. Dengan demikian akan terdapat nilai transaksi pembelian di Tokopedia Rp. 55 milyar per hari, dan artinya per jam Rp. 5.5 milyar.

Kemudian yang perlu kita ketahui adalah jumlah pengguna di situs marketplace tersebut. Seperti pada kejadian tokopedia dan bukalapak tumbang, tentunya akan ada penurunan jumlah pengunjung ke website situs marketplace tersebut. Hal ini selaras dengan pendapat para praktisi di dunia yang menyatakan bahwa downtime dapat menyebabkan pelanggan lari ke pesaing bisnis. Ini merupakan hal alami di dunia digital yang semakin ‘tidak sabaran’ atau membutuhkan kecepatan dan kemudahan dalam bertransaksi.

Semisal sebuah marketplace memiliki 10 juta pengguna, dan nilai bisnis mereka mencapai Rp. 1 triliun, maka biaya aktivasi per pengguna adalah Rp. 1 juta. Penurunan pengunjung dapat mengindikasikan akan adanya penurunan pengguna. Tentunya hal ini dapat di tindak lanjuti dengan mengerahkan kekuatan pemasaran seperti yang dilakukan oleh JD.ID melalui iklan Youtube baru-baru ini.

Anda dapat mengkalkan biaya aktivasi per user sebagai salah satu faktor pengukuran biaya downtime, walaupun ini bersifat intangible, namun kedepannya akan ada historis real pada pos biaya keuangan anda.

Pengaruh Downtime Terhadap Kepercayaan Konsumen

Selain biaya, downtime juga dapat berdampak pada penurunan kepercayaan konsumen. Sejatinya downtime merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pengembangan bisnis namun tidak dapat terduga. Perusahaan yang pernah mengalami downtime, tentu akan membuat para pelanggan semakin berhati-hati. Hal inilah yang dapat menyebabkan larinya pelanggan ke pesaing lain.

Dari kejadian situs marketplace Tokopedia dan Bukalapak tumbang selama 6 jam, kita dapat melihat adanya penurunan visitor per hari sebanyak 1000 pengunjung. Jika ini berlangsung selama 30 hari kedepan maka akan terdapat penurunan 30.000 unique visitor. Adapun pengunjung di tokopedia dan bukalapak dapat berarti pengunjung sebagai penjual maupun sebagai pembeli.

Downtime juga dapat berpengaruh kepada kalangan investor yang telah mempercayai penempatan dana pada perusahaan marketplace tersebut. Dengan pendanaan hingga triliunan rupiah, seharusnya sebuah usaha lebih dapat menjamin keberlangsungan operasional, apalagi yang bersangkutan dengan dunia online dan memiliki jangkauan luas hingga belasan juta pengguna.

Solusi Downtime

Downtime tidak dapat di prediksi, oleh karena itu sering disebut sebagai ‘bencana’. Hanya saja, pengertian pemulihan bencana sepertinya masih tertanam di benak banyak para pimpinan IT sebagai pemborosan keuangan. AWS (Amazon Web Service) sebuah perusahaan cloud terbesar di dunia juga mengalami downtime beberapa hari setelah tumbanganya situs tokopedia dan bukalapak. Banyak para praktisi mengkritisi bahwa dengan mempercayai 100% seluruh infrastruktur pada lingkungan cloud merupakan suatu kesalahan fatal.

Padahal untuk sekala tertentu, 1 jam downtime pada situs marketplace tokopedia biayanya dapat melebihi biaya mitigasi bencana selama setahun. Sebuah data center cadangan akan mematok biaya sekitar puluhan juta, hingga ratusan juta per tahun untuk DR Colocation. Tentunya ini akan lebih murah ketimbang harus mengalami downtime yang tidak dapat kita perkirakan.

Disaster Recovery Center (DRC) merupakan sebuah data center khusus yang dibangun untuk misi kritis operasional. DRC data center memiliki standard kualitas yang ketat, mereka tidak boleh downtime selama lebih dari 1.5 jam dalam setahun. Ini artinya sebuah DRC hanya memiliki toleransi downtime selama 7.5 menit per bulan. Jaminan ketersediaan sebuah DRC merupakan faktor utama dalam memilih solusi downtime.

Pada kenyataannya, downtime memang merupakan hal yang sulit di prediksi, apalagi jika berkaitan dengan sesuatu yang tidak dapat kita kendalikan sendiri, misalnya masalah kegagalan pada infrastruktur data center milik pihak ketiga yang di gunakan sebagai colocation center.

Untuk itu, sudah saatnya sekarang bagi setiap bisnis untuk mengkaji ulang ketahanan bisnis mereka dari sudut pandang ketersediaan operasional IT. Downtime hanya dapat di atasi dengan backup plan, dalam hal ini DRC Data Center merupakan hal utama yang perlu di pertimbangkan. Karena pada kenyataannya, biaya downtime cendrung lebih besar dari biaya DR colocation.

Pin It on Pinterest

Share This